Mahfud MD dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi III DPR di Gedung DPR Senayan.
Jakarta, MataKeadilan - Menko Polhukam Mahfud MD balik 'menyerang’ beberapa Anggota Komisi III DPR RI, salah satunya Arteria Dahlan, yang menyatakan bahwa membuka data soal Rp 349 triliun bisa terancam pidana pada rapat Seleasa (21/3) bersama dengan PPATK.
Mahfud memberi tanggapan bahwa mengungkapkan data terkait temuan transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun oleh PPATK yang dilaporkan ke Kemenkeu, bukanlah suatu pelanggaran.
Serangan balik Mahfud tersebut, pasca Arteria memberikan pernyataan bahwa, laporan PPATK itu sepatutnya tidak boleh diumumkan ke publik.
Dalilnya ada dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, ada ancaman pidana 4 tahun bagi yang membocorkan, kata Arteria.
Mahfud pun menepis pernyataan Arteria tersebut. Dia lalu menegaskan, bahwa apa yang dia umumkan mengenai Rp 349 triliun adalah ageregat. Dia menjelaskan bahwa tidak menyampaikan informasi lain yang mendetail, sebagaimana yang dilarang dalam undang-undang.
"Saya umumkan kasus itu, Saudara, adalah sifatnya agregat. Jadi perputaran uang tidak menyebut nama orang, tidak menyebut nama akun. Itu tidak boleh. Agregat. Bahwa perputaran uang dari sekian transaksi itu Rp 349 T," pungkas Mahfud pada rapat bersama Komisi III DPR RI, Rabu (29/3).
Mahfud lalu menantang Arteria Dahlan mengenai pernyataannya dalam rapat bersama dengan PPATK. Begitu pula pernyataannya yang disampaikan oleh Anggota Komisi III lainnya Arsul Sani yang menyebutkan bahwa PPATK tidak memiliki wewenang melaporkan hasil temuan ke Mahfud.
Hal itu dikarenakan menurut Mahfud, mendapatkan laporan dari PPATK adalah wajar, karena dia selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Lalu Mahfud menanggapinya dengan menyinggung soal sosok Kepala BIN Budi Gunawan, yang juga rutin memberinya laporan.
Mahfud balik menantang, “beranikah saudara bilang begitu ke Kepala BIN? Pak BG (Budi Gunawan) itu anak buah langsung ke Presiden, tapi setiap minggu memberikan laporan resmi kepada Menko Polhukam. Coba Saudara bilang ke BG, "Pak BG menurut UU bisa diancam" berani enggak?"
Mahfud menilai bahwa, informasi yang dia terima dari PPATK sangatlah penting. Begitu pula informasi yang dia terima dari Budi Gunawan, sebab informasi intelejen, walaupun kepala BIN mestinya langsung bertanggung jawab kepada presiden.
Marah-Marah Nggak Tahunya Markus
Mahfud kembali menyinggung Anggota DPR dengan memberikan pernyataan, kadang marah-marah enggak tahunya 'Markus', marah-marah lalu titip kasus. Markus yang banyak dikenal sebagai Mafia Kasus.
"Karena sering di DPR ini aneh. Kadang-kadang marah-marah gitu, enggak tahunya markus dia. Marah ke Kejagung, nantinya datang ke Kantor Kejagung titip kasus," kata Mahfud di Gedung DPR, Senayan, Rabu (29/3).
Pernyataan Mahfud langsung ditanggapi oleh Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Habiburokhman. Dia menanyakan apakah anggota DPR yang menitip kasus ada di DPR periode 2019-2024 ini.
"Saya kebetulan pimpinan MKD, saya minta Pak Mahfud, apabila benar ada data yang soal markus anggota DPR, disampaikan saja sekarang," kata Habiburokhman.
Mahfud menanggapi mengenai adanya kasus titipan terkait Kampung Maling. Namun katanya, kasus itu bukanlah dititipkan anggota DPR periode sekarang.
"Ingat peristiwa di Kampung Maling. Ustaz di Kampung maling. Saya kira saya bersama Pak Benny masih ada di sini ya. Kan tadi saya sebut DPR, bukan sebut saudara," kata mantan Ketua MK itu tegas.
"Pada waktu itu, Jaksa Agung Abdurachman Saleh, dicecar habis-habisan ditanya seperti ini. Di bilang 'Bapak ini seperti ustaz di Kampung Maling, bapak baik tetapi bapak di lingkungan jelek.' Ya kami ingat, itu tanggal 17 Februari 2002," sambung Mahfud.
Menkopolhukam Mahfud MD menyebutkan, bahwa fenomena 'markus’ bukanlah hal yang tabu dilakukan oleh anggota DPR. Namun, mengenai apakah ada penitipan kasus pada periode DPR saat ini, Mahfud tak ingin menjawab pertanyaan itu.
Mahfud Geram Diinterupsi Terus
Mahfud geram disaat memberikan penjelasan mengenai temuan Rp 349 triliun di hadapan anggota Komisi III DPR RI, karena saat memberikan penjelasan diinterupsi oleh salah satu anggota Komisi III.
"Saya enggak mau diinterupsi, interupsi itu urusan Anda, masa iya orang ngomong diinterupsi, nantilah, Pak, saya, kan, tadi sudah bilang, pakai interupsi-interupsi enggak selesai kita ini. Lalu, saya nanti yang interupsi dituding-tuding, saya enggak mau," kata Mahfud.
Bahkan Mahfud mengancam akan keluar dari ruang siding, jika ada yang berteriak ataupun memintanya keluar.
Mahfud mengaku setiap ke Komisi III dirinya selalu dikeroyok, belum juga sempat menjelaskan sudah diinterupsi.
Adul Dalil Mahfud Dengan Arsul Sani
Secara spesifik Mahfud menyinggung pernyataan anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, bahwa dirinya sebagai Ketua Komite Nasional Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak punya wewenang untuk mengumumkan praktik TPPU.
Mahfud mengatakan dengan mengutip sebuah dalil usul fiqih, bahwa di dalam hukum bila ada sesuatu yang tidak dilarang, maka boleh dilakukan.
"Pak Arsul bicara soal kewenangan, menurut kewenangan, Polhukam itu tidak berwenang umumkan. Lho, saya tanya, apa dilarang mengumumkan? Kalau tidak berwenang apa dilarang? Kalau di hukum, kalau ada sesuatu yang tidak dilarang itu boleh dilakukan. Anda dari pesantren nih, saya bacakan dalilnya," kata Mahfud membantah.
"Jadi setiap urusan itu kalau tidak ada larangan itu boleh kecuali sampai timbul yang dilarang. Itu kan pesantren, dalil di pesantren dari kecil hafalkan ini," sambung Mahfud.
Pernyataan Mahfud langsung ditanggapi Arsul dengan mengutip sebuah hadis pula yang mengingatkan untuk menjaga amarah.
"Orang kuat itu bukanlah orang yang jago bergulat. Baik jago gulat fisik maupun gulat mulut. Akan tetapi orang kuat adalah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah," kata Arsul.
Arsul pun melanjutkan dengan memberi tanggapan, bahwa pendapat Mahfud bukanlah satu-satunya pendapat, namun tetap harus dihormati.
"Apa yang disampaikan oleh Ketua Komite yang seorang guru besar hukum tentu harus kita hormati, Itu sebuah pendapat. Tapi bukan satu-satunya pendapat," pungkasnya.
Ada Laporan PPATK Yang Tidak Sampai ke Sri Mulyani
Menko Polhukam Mahfud MD membeberkan adanya laporan hasil analisis yang disampaikan oleh PPATK ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tidak sampai ke tangan Sri Mulyani selaku menteri. Laporan tersebut terkait 15 entitas yang melakukan transaksi janggal hingga Rp 189 triliun.
Mahfud tidak memberikan penjelasan mengenai kekeliruan data yang sempat disampaikan oleh Sri Mulyani, termasuk siapa yang menutup akses yang dimaksud.
Namun, Mahfud mengungkap momen ketika Sri Mulyani mendapatkan data laporan transaksi mencurigakan dari PPATK sebesar Rp 189 triliun. Kala itu, Sri Mulyani kaget dan segera melakukan konfirmasi kepada pejabat eselon 1 di Kemenkeu, namun tidak disebutkan siapa.
Pencucian uang yang dimaksud oleh Mahfud, diduga terkait dengan impor emas yang semestinya dikenakan cukai, namun hanya dibayarkan pajaknya saja. Modusnya, emas tersebut diimpor dalam bentuk jadi, tetapi seolah-olah emas mentah yang akan diproses di Surabaya.