Meikarta saat ini nampak seperti ‘kota mati’. Mega proyek Meikarta mulai diperkenalkan ke publik pertama kali pada 4 Mei 2017, dengan nilai investasi
Meikarta saat ini nampak seperti ‘kota mati’. Mega proyek Meikarta mulai diperkenalkan ke publik pertama kali pada 4 Mei 2017, dengan nilai investasi mencapai Rp278 triliun.
Proyek yang berada di wilayah Kabupaten bekasi itu berada diatas lahan 500 hekatre. Awalnya berencana akan membangun 100 tower apartemen dengan 35 hingga 46 lantai per towernya. Namun sayang, proyek properti tersebut saat ini dikabarkan mangkrak.
Padahal, Meikarta merupakan portofolio terbesar dari Lippo Group selama kiprahnya di industri properti. Selama ini Lippo Group memiliki portofolio yang baik, namun khusus Meikarta ini menjadi sandungan.
Pihak PT Lippo Cikarang Tbk angkat suara mengenai kelanjutan proyeknya, yang berjanji kepada konsumen bakal dapat unitnya di tahun 2027, atau 10 tahun sejak proyek ini pertama kali diluncurkan.
Corporate Secretary Lippo Cikarang Veronika Sitepu memberikan keterangan, pihaknya telah melakukan tindak lanjut kepada pengembang proyek, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU).
Veronika merujuk permintaan pembeli yang berbeda dengan kesepakatan berdasarkan Putusan No. 328/Pdt.Sus- PKPU/2020/PN.Niaga Jakarta Pusat tertanggal 18 Desember 2020. Putusannya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tertanggal 26 Juli 2021 (Putusan Homologasi).
"PT MSU berupaya memenuhi komitmennya dan menghormati Putusan Homologasi yang mengikat bagi MSU beserta dengan seluruh krediturnya (termasuk pembeli)," seperti yang ditulis manajemen pada Senin (12/12/2022).
"Hingga kini telah dilakukan serah terima sekitar 1.800 unit kepada pembeli," imbuhnya.
Dia membeberkan, 28 tower sudah berada pada tahap penyelesaian akhir pembangunan. Sedangkan untuk 8 tower lainnya telah dilakukan topping off dan juga dalam pengerjaan penyelesaian facade.
"Serah terima yang dilakukan secara bertahap kepada pembeli sudah dilakukan sejak bulan Maret 2021. Sampai dengan sekarang sudah diserahterimakan lebih kurang 1.800 unit kepada pembeli," jelasnya.
Dia pun menjelaskan dalam putusan homologasi, serah terima unit akan dilakukan secara bertahap hingga 2027. Saat ini sebanyak 28 tower telah masuk tahap penyelesaian akhir pembangunan.
Pihak perusahaan juga memberikan penjelasan terkait informasi penawaran relokasi berbayar kepada konsumen Meikarta. Berdasar informasi yang diterima, relokasi berbayar merupakan opsi kepada pembeli yang bersedia dan ingin mendapatkan unit yang telah tersedia atau bisa tersedia lebih awal.
Pembeli Meikarta Demo Minta Uangnya Dikembalikan
Namun dari pihak pembeli yang tergabung dalam komunitas Peduli Konsumen Meikarta memprotes kegagalan serah terima unit.
Rosliani, salah satu anggota Komunitas Peduli Konsumen Meikarta, mengungkapkan hingga dengan saat ini belum ada tanda-tanda dari pihak Meikarta untuk melakukan serah terima unit.
"Masalah kita, belum ada yang untuk ditinggal atau untuk investasi. Saya beli tahun 2017 seharusnya serah terima 2019, tapi ada grace period jadi seperti ditambahkan waktu 6 bulan untuk serah terima, tapi ternyata terlihat bangunan itu masih kayak kolam," kata Rosliani kepada CNBC Indonesia.
Dikarenakan masih belum juga mendapat kepastian dari unit yang dibelinya, para konsumen megaproyek Meikarta pun masih terus melancarkan aksi protesnya. Seolah tak ingin janji manis lainnya, para konsumen hanya menuntut uangnya untuk dikembalikan.
"Refund harga mati," seperti yang tertulis di spanduk salah satu konsumen Meikarta saat melancarkan aksi protesnya di Bank Nobu Plaza Semanggi, Senin (19/12/2022) yang lalu.
Dilansir pada laman CNBC Indonesia, pembeli Meikarta sampai saat ini masih menjalankan kewajiban pembayaran cicilan untuk unit yang dibeli. Namun, dikarenakan tak kunjung mendapatkan unit yang dijanjikan tahun 2019-2020, pembeli pun mengaku mulai terbebani dan keberatan.
Sebab, tidak hanya untuk hunian, apartemen yang dibeli ada juga yang hendak dijadikan sebagai alat investasi. Bahkan ada pembeli yang mengaku harus mengorbankan uang les anak untuk membayar cicilan, ada juga yang terpaksa harus terus membayar karena takut BI Checking, namun tidak sedikit juga yang mulai ngos-ngosan.
Seperti apa yang dirasakan Junita Pardede. Dia membeli satu unit apartemen tipe 1BR dengan luas 35 m2, yang berada di distrik 3, karena tergiur dengan iklan Meikarta. Bahkan Junita sendiri sebelumnya juga menjadi bagian dari tim pemasaran Meikarta.
"Awalnya, karena pada masa itu saya marketingnya. Dibandingkan dengan apartemen di Jakarta, saya tahu waktu itu harga Meikarta murah banget. Ditambah iklannya yang bombastis, desainnya, dan konsepnya yang membuat semua orang terpukau dong. Ditambah lagi harganya yang murah banget," terang seperti dikutip CNBC Indonesia, pada Sabtu (24/12/2022).
"Waktu itu di tahun 2017, saya mengetahui berapa kisaran harga apartemen di sekitaran Bekasi, berkisar Rp 17 juta per meter. Saya beli Meikarta waktu itu dengan luasan 35 m2 harganya nggak nyampe Rp 300 juta, hanya di Rp 260 jutaan. Jadi kisaran harga per meternya Rp 7 juta, kan murah banget. Saya pikir bedanya Rp 10 juta ini. Nah itulah alasan awal saya mengapa bisa tertarik beli unit di Meikarta," pungkasnya.
Dia juga mengaku sempat tetap optimis dengan megaproyek Meikarta, meski waktu itu sudah banyak orang juga yang menyarankan untuk berhenti melanjutkan pembayaran cicilan.
Sebab, seperti diketahui semua, sejak awal promosi di medio 2016, proyek Meikarta kerap mendapat sentimen negatif, mulai dari kasus suap, sampai digugat vendor.
"Kalau mengenai perizinan semuanya kan bisa diurus sambil berjalan, makanya aku masih positif, apalagi Lippo adalah developer besar. Perihal perizinan, saya (juga sempat bertanya) kepada leader saya, mereka jawabnya 'sudah' dan 'izinnya ada'. Dikarenakan saya lama di properti, jadi saya juga paham untuk perizinan memang bisa sambil berjalan pembangunan," paparnya.
Hanya saja, kata dia, akhirnya pun harus menyerah dan berhenti untuk melanjutkan pembayaran. Menyusul adanya putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diterbitkan oleh Meikarta kala itu.
"Saya setop cicilan mulai November 2020. Sebenarnya, dari bulan Juni saya mau berhenti, tapi saya masih berpikir positif. Namun saat PKPU, di situlah saya hentikan, saya putuskan untuk berhenti. Saya berpikir, kalau menunggu sampai serah terima tahun 2027 kelamaan juga, terus terasa berat juga dengan hasil PKPU, makanya saya pikir dari pada lebih banyak kerugian, lebih baik saya setop bayar," tuturnya.
Sejak memutuskan untuk membeli hingga akhirnya berhenti membayar cicilan, dia mengaku sudah merugi sekitar Rp 90 juta.
"Saya pikir, awalnya mumpung saya masih kuat kerja, ya udah saya beliin saja aset untuk hari tua saya, seperti itu sih rencana awalnya. Bisa buat disewa-sewakan, atau nanti di hari tua kalau saya udah butuh bisa saya jual," curhatnya.
"Saya hitung-hitung, termasuk DP dan uang yang sudah masuk ke bank, kerugian saya sekitar Rp 90 juta," pungkasnya.
Demi menuntut kepastian dari unitnya yang dibeli, beberapa waktu lalu para konsumen megaproyek Meikarta masih terus melancarkan aksi protesnya. Tak ingin mendengar janji manis lainnya, para konsumen hanya menuntut uangnya dikembalikan.